anakkusayanganakkumalang

Saturday, August 12, 2006

karanganku, rencanaku, masa depanku...

Tanpa Judul, karya Lia kelas V SD.

Desaku adalah desa yang kecil, tapi aku sangat bangga dengan desaku. Suatu hari nanti desaku akan besar dan maju karena aku akan menjaga kelestarian desaku dan aku akan merawat desaku. Dan aku akan membuat sebuah perumahan yang mengundang penduduk-penduduk baru dan akan membeli tanah yang kosong. Dan aku akan menjadikan sebuah rumah dan mesjid, aku akan bergotong royong bersama penduduk dan masyarakatku untuk membuat sebuah sekolah. Kalau desaku sudah menjadi besar dan maju aku akan senang dan aku akan bangga kepada desaku. Aku akan merawat, menjaga, melindungi desaku dari penjajahan atau seperti di tipi-tipi, penggusuran rumah-rumah dan penggusuran pedagang yang berkaki lima. Dan kalau desaku terkena musibah seperti kemalingan, aku akan kejar maling-maling itu, sampai kalau ada yang mau menjajah desaku seperti dengan bom, aku akan cari tau siapa yang ngebom. Aku akan cari orang yang ngebom desaku sampai dapat, sampai ketemu, aku akan membalas kesalahan dia, aku akan laporkan kepada polisi supaya dia dihukum atas kejahatannya dan aku akan laporkan ke pengadilan supaya dia di penjara seumur hidup. Tapi kalau di desaku tidak ada kecelakaan dan musibah seperti diatas aku sangat bersyukur kepada Allah karena Allah sudah melindungi desaku dan seluruh isinya. Dan aku akan membuat beberapa tempat wisata. Supaya waktu di hari libur banyak berwisata dan banyak para pengunjung dari desa lainnya seperti kalau tempat wisata kolam renang pasti banyak yang berenang sambil bekal-bekalan, tapi kalau tempat wisata di Patenggang enaknya buat orang yang berpacaran, menenangkan diri, dan makan bersama keluarga, makan bersama teman-teman dan teman-teman dari sekolah. Eh iya, tapi kalau tempat wisatanya kebun binatang enaknya untuk makan bersama keluarga dan lebih mengenal hewan hewan liar misalnya buaya, serigala, macan tutul, harimau, dan lainnya hewan liar dan hewan buas. Dan enaknya di kebun binatang adalah bermain dan meneliti hewan hewan, itu keinginan saya. Udah dulu yah bercerita dan mengarangnya dah. Wassalam.

Menjelang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, Mobil Pintar mengadakan program Agustus Pintar bersama Mobil Pintar, isinya adalah serangkaian kegiatan menyongsong ulang tahun negeri teramat besar, Indonesia. Salah satunya adalah lomba mengarang. Tulisan diatas adalah karya Lia yang duduk di kelas 5 SD Cisondari. Karangan diatas adalah salah satu karya yang lolos ke babak final, dan akan dipertandingkan dengan karya dari dua kampung yang lain, Papakmanggu dan Gambung. Bagaimanapun, apa yang Lia rencanakan tentang desanya, termaktub dalam karangan itu. Semoga menjadi kenyataan. Amin.

(foto: Lia, saat mengarang di Mobil Pintar, 9 Agustus 2006)

kubangun, kuhancurkan, kubangun lagi...

Namanya Fauzan, baru saja menginjak kelas satu di SMPN Ciwidey, adalah salah satu pengunjung setia Mobil Pintar. Sekalipun sudah melewati SD, dia masih mau datang untuk bermain dan belajar bersama saya dan rekan yang lain. Lihat saja karyanya, Jembatan Cisondari I, Jembatan Cisondari II, Menara Cisondari I, dan Menara Cisondari II.

Sepintas dilihat memang terkesan mudah, tapi bagi seorang anak berusia 12 tahun untuk menyusun bangunan itu sendirian adalah sulit. Saya hanya memberi arahan mengenai pondasi bangunan dan prinsip beban yang terdistribusi, setelah itu dia sendiri yang memikirkan kelanjutannya.

Karya pertamanya adalah Menara Cisondari I. Kalau diperhatikan dari foto yang ada, amatlah mudah untuk disusun. Tapi dibalik susunan balok-balok yang berasal dari Jepara itu, terdapat pelajaran yang teramat penting dalam membangun bangunan, yaitu pondasi. Pinta saya pada Fauzan adalah menggambarkan menara Eiffel dan tugu Monas pada papan tulis, lalu membandingkannya. Dia bilang bentuknya mirip, yakni semakin ke bawah semakin melebar, atau semakin ke atas semakin menyempit. Maka itulah kesimpulannya, bahwa semakin tinggi bangunan harus semakin melebar pondasinya, guna menjaga kestabilan dan keutuhan bangunan itu sendiri. Dari situlah dia membangun Menara Cisondari I dengan teori pondasi yang dia pelajari sendiri.




Selang beberapa menit, dia bertanya pada saya, bangunan apalagi yang bisa dia bangun. Saya katakan padanya, coba buat jembatan yang hanya memiliki dua tiang, anggap saja arus sungai dibawahnya deras dan sangat dalam sehingga tidak mungkin membuat konstruksi di atasnya. Dia coba satu persatu bentuk pondasi sampai dia menggunakan 3 balok tiang pada tiap sisi. Menurutnya itu cara efektif dan efisien. Tidak lama kemudian, jadilah jembatan Cisondari I. Kali ini, dia tidak sendiri, satu orang temannya turut membantunya tapi tetap dibawah arahan Fauzan sendiri.


Sukses dengan membangun jembatan Cisondari I, membuatnya semakin tertantang untuk membuat sesuatu yang lain. Pertemuan berikutnya, saya memintanya membuat jembatan yang sama, hanya saja jaraknya dua kali lebih jauh dari sebelumnya, harus dikerjakan sendiri, dan memperhatikan sisi estetisme-nya. Menit demi menit dia lalui dengan saksama, perlahan, dan santai. Sekali saja dia berbuat salah bisa berakibat fatal, yakni robohnya jembatan itu. Semakin jauh jarak antar tiangnya semakin sensitif konstruksi tersebut terhadap beban berlebih. Fauzan sangat paham tentang keseimbangan. Sama seperti timbangan para tukang buah, berbeda beberapa gram saja bisa memberatkan satu sisi timbangan. Tapi kalau pada jembatan ini, perbedaan beberapa gram saja dapat menghancurkan segalanya. Dari dua set balok yang Mobil Pintar punya, hampir semuanya habis terpakai untuk membangun jembatan Cisondari II ini. Uniknya, proses penyambungan kedua ujung jembatan dia lakukan dengan sangat hati-hati. Pasalnya, sekali gagal meletakan balok tipis sebagai penghubung, tamatlah sudah jembatan itu, karena kedua sisinya akan ambruk tidak karuan. Fauzan memang cerdas, dia terlebih dahulu melebihkan beban pada tiap sisi, barulah meletakkan balok tipis penghubung. Menjelang istirahat siang, jadilah jembatan Cisondari II, jembatan balok terpanjang di dunia mungkin.

Rupanya awan semangat dari hatinya belum pudar setelah digerus oleh jembatan Cisondari II. Bocah yang mengendarai sepeda BMX ini menantang saya untuk membangun menara balok tertinggi dan paling stabil di dunia. Tanpa kata, saya anggukkan kepala sembari menatap langit. Seketika dia hancurkan jembatan Cisondari II, secepat kilat dia membangun pondasi. Saya tekankan padanya, bahwa pondasi adalah segala-galanya, dalam membangun apapun pondasi-lah kunci keberhasilannya. Tak ayal, jadilah pondasi yang stabil untuk membangun balok setinggi hampir dua kali tinggi Fauzan. Perlahan tapi pasti, itulah prinsip yang dia gunakan. Selain harus tepat menggunakan bentuk balok yang jumlahnya terbatas, dia juga harus menjaga kestabilan menaranya. Sesekali dia berteriak panik menaranya akan rubuh. Sangat menegangkan memang. Lebih menegangkan lagi ketika tangannya sudah tidak mampu meletakkan balok yang sudah sedemikian tinggi. Tak ada jalan lain selain menggendongnya. Saya angkat badannya lalu segera dia meletakkan baloknya. Balok terakhir adalah balok kemenangan bagi Fauzan. Tanpa bantuan temannya, tanpa takut ketimpaan, tanpa keangkuhan usia, dia membangun menara Cisondari II dengan mulus. Harapan saya, ini adalah menara balok tertinggi di dunia, agar Fauzan kelak bisa mendunia seperti menaranya.

Semangat berkreasi pada diri Fauzan semakin terpacu dengan membangung daya kreasinya sendiri. Bukan saya yang mendorongnya, tapi dia sendiri yang pada mulanya datang dan menantang saya. Dibalik keasyikan dan kesenangan menyusun balok, terdapat pembelajaran penting yang dia dapatkan, diantaranya adalah menyatakan keberanian, memperbaiki kegagalan, dan melawan keterbatasan yang dimilikinya. Dan semuanya dikemas dalam ekspresi, emosi, dan apresiasi anak-anak. Sekian.